Instrumen
yang saat ini tersedia untuk melakukan manajemen likuiditas Bank Syariah
melalui pasar uang antarbank syariah antara lain sebagai berikut :
1. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
a.
Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah
berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia.
b.
Karateristik
SBIS :
1)
Menggunakan
akad ju’alah
2)
Satuan
unit sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
3)
Berjangka
waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan
4)
Diterbitkan
tanpa warkat (scripless)
5)
Dapat
diagunkan kepada Bank Indonesia
6)
Tidak
dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Akad Ju’alah
adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (‘iwadh)
atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Dalam hal
ini BI menugaskan kepada bank-bank syariah untuk “carikan dana sejumlah sekian
untuk jangka waktu sekian lama; bila berhasil maka akan aku beri imbalan atas
keberhasilan itu.”
c.
Secara
lebih rinci, dalam fatwa DSN-MUI No. 64/2007 mengatur sebagai berikut :
1)
Ketentuan
Akad :
a)
SBIS
Ju’alah sebagai instrumen moneter boleh diterbitkan untuk pengendalian moneter
dan pengelolaan likuiditas perbankan syariah.
b)
Dalam
SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il (pemberi pekerjaan); Bank
Syariah bertindak sebagai maf’ullah (penerima pekerjaan)’ dan objek/underlying
Ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas
Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari
masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu
tertentu.
c)
Bank
Indonesia dalam operasi moneternya melalui penerbitan SBIS mengumumkan target
penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian
moneter dan menjanjikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu bagi yang turut
berpartisipasi dalam pelaksanaannya.
2)
Ketentuan
Hukum
a)
Bank
Indonesia wajib memberikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l) yang telah dijanjikan
kepada Bank Syariah yang telah membantu Bank Indonesia dalam upaya pengendalian
moneter dengan cara menempatkan dana di Bank Indonesia dalam jangka waktu
tertentu, melalui “pembelian” SBIS Ju’alah.
b)
Dana
Bank Syariah yang ditempatkan di Bank Indonesia melalui SBIS adalah wadi’ah
amanah khusus yang ditempatkan dalam rekening SBIS Ju’alah, yaitu titipan dalam
jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan atau ketentuan Bank Indonesia dan
tidak dipergunakan oleh Bank Indonesia selaku penerima titipan, serta tidak
boleh ditarik oleh Bank Syariah sebelum jatuh tempo.
c)
Dalam
hal Bank Syariah selaku penitip dana (mudi’i) memerlukan likuiditas sebelum
jatuh tempo, ia dapat me-repo-kan SBIS Ju’alahnya dan Bank Indonesia dapat
mengenakan denda (gharamah) dalam jumlah tertentu sebagai ta’zir.
d)
Bank
Indonesia berkewajiban mengembalikan dana SBIS Ju’alah kepada pemegangnya pada
saat jatuh tempo.
e)
Bank
Syariah hanya boleh/ dapat menempatkan kelebihan likuiditasnya pada SBIS
Ju’alah sepanjang belum dapat menyalurkannya ke sektor riil.
f)
SBIS
ju’alah merupakan instrumen moneter yang tidak dapat diperjualbelikan (non tradeable)
atau dipindahtangankan, dan bukan merupakan bagian dari portofolio investasi
Bank Syariah.
Berdasarkan
fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, SBIS juga dapat
diterbitkan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadi’ah, qardh dan
wakalah. Selanjutnya, BI mengatur lebih rinci sebagai berikut:
1)
SBIS
diterbitkan melalui mekanisme lelang.
2)
Pihak
yang dapat ikut serta dalam lelang SBIS :
i.
Bank
Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) atau pialang yang bertindak
untuk dan atas nama BUS/UUS; dan
ii.
BUS
atau UUS baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak langsung, wajib
memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang diterapkan Bank
Indonesia
3)
Bank
Indonesia memberikan imbalan atas SBIS yang diterbitkan.
2. Deposito Antar-Bank Syariah
Sevagai sarana pengelolaan likuiditas, Bank Syariah
dapat menggunakan sarana Deposito Antarbank, baik dalam penempatan dananya
maupun dalam memenuhi kebutuhan dananya. Deposito Antarbank ini menggunakan
pronsip mudharabah. Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola
dana untuk melakukan kegiatan usaha guna memperoleh keuntungan dan keuntungan
tersebut akan dibagikan kepada kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah
disepakati sebelumnya.
3. Sertifikat Investasi Mudharabah
Antar-Bank Syariah (SIMA)
SIMA adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Bank
Syariah atau UUS yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS
dengan akad mudharabah. SIMA diterbitkan oleh bank pengelola dana (Bank Syariah
atay Unit Usaha Syariah) dengan jangka waktu paling lama 365 hari dan dapat
diperjualbelikan (tradeable), sepanjang belum jatuh tempo.
SIMA yang diterbitkan oleh bank pengelola dana harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
A.
Diterbitkan
dengan akad Mudharabah.
B.
Dapat
diterbitkan baik dalam rupiah maupun valuta asing.
C.
Dapat
diterbitkan dengan atau tanpa warkat (scriptless), dengan sekurang-kurangnya
mencantumkan informasi; nilai nominal investasi; nisbah bagi hasil; jangka
waktu onvestasi; indikasi tingkat imbalan SIMA sebelum didistribusikan pada
bulan terakhir.
D.
Berjangka
waktu satu hari (overnight) sampai 365 hari.
E.
Dapat
diperdagangkan (tradable) sepanjang belum jatuh tempo.
Mekanisme penerbitan SIMA yaitu :
a.
Bank
Syariah atau UUS dapat menerbitkan SIMA.
b.
Bank
Syariah, UUS, atau Bank Konvensional dapat membeli SIMA.
c.
Penerbit
SIMA menginformasikan kepada pembeli SIMA antara lain:
1)
Nilai
nominal investasi
2)
Nisbah
bagi hasil
3)
Jangka
waktu investasi
4)
Indikasi
tingkat imbalan SIMA sebelum didistribusikan pada bulan terakhir
d.
Dalam
hal terjadi pemindahtanganan SIMA, pembeli SIMA terakhir harus memberitahukan
kepada penerbit SIMA. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan penerbit SIMA dalam
membayar nominal investasi pada saat jatuh waktu dan pembayaran imbalan.
4. Fasilitas Bank Indonesia Syariah (
FASBIS)
Merupakan fasilitas yang diberikan Bank Indonesia
kepada bank untuk menempatkan dananya di Bank Indonesia dalam rangka kegiatan
Operasi Pasar Terbuka (OPT). Jangka waktu FASBIS maksimum 7 hari dengan sistem
imbalan berupa fee, dan diterbitkan tanpa bukti kepemilikan (warkat) melainkan
bukti pendebetan atau pengkreditan rekening giro bank berupa cobfirmation
advice pada sistem BI-RTGS. FASBIS tidak dapat diperdagangkan, tidak dapat
diagunkan dan tidak dapat dicairkan sebelum jatuh waktu.
5. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi
Bank Syariah (FPJPS)
FPJPS merupakan instrumen dari Bank Indonesia sebagi
The Lender of Last Resort bagi bank-bank syariah yang mengalami kesulitan
likuiditas atau kesulitan pendanaan jangka pendek yang disebabkan oleh
terganggunya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana
keluar (mismatch). Bank syariah yang mengalami kesulitan pendanaan jangka
pendek sehingga pada akhir hari tidak dapat menyelesaikan kewajibannya, dapat
memperoleh FPJPS. FPJPS diberikan maksimum sebesar kewajiban yang tidak dapat
diselesaikan.
Tujuan dari diberlakukan FPJPS ini adalah untuk
membantu bank syariah yang mengalami kesulitasn pendanaan jangka pendek, namun
memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan permodalan (illiquid but solvent).
6. Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum Berdasarkan Prinsip Syariah (FLIS)
Untuk mengatasi timbulnya kemacetan dalam sistem
pembayaran dalam implementasi BI-RTGS maka Bank Indonesia memang perlu untuk
menyediakan fasilitas pendanaan untuk jangka waktu yang sangat pendek
berdasarkan prinsip syariah selama waktu operasional sistem BI-RTGS dalam
bentuk FLIS-RTGS yang wajib dilunasi oleh bank pada akhir hari yang sama.
Disamping itu, untuk mengantisipasi kemungkinan bank
dalam memenuhi kewajibannya sebagai peserta dalam SKNBI, Bank Indonesia juga
memandang perlu untuk menyediakan fasilitas pendanaan untuk jangka waktu yang
sangat pendek berdasarkan prinsip syariah selama waktu operasional berupa FLIS
Kliiring yang wajib dilunasi pada akhir hari yang sama.
Fasilitas likuiditas intrahari bagi bank umum
berdasarkan prinsip syariah didefinisikan sebagai berikut:
a.
FLIS
adalah fasilitas pendanaan yang disediakan
Bank Indonesia kepada bank alam kedudukan sebagai peserta sistem BI-RTGS
(BI- Real Time Gross Settlement) dan SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia) yang harus dilunasi pada hari yang sama dengan hari penggunaan.
b.
FLIS
dalam rangka RTGS bagi bank yang selanjutnya disebut dengan FLIS-RTGS adalah
FLIS untuk mengatasi kesulitasn pendanaan bank yang terjadi selama jam operasional
sistem BI-RTGS.
c.
FLIS
dalam rangka kliring bagi bank yang selanjutnya disebut FLIS-Kliring adalah
FLIS untuk mengatasi kesulitan pendanaan bank yang terjadi saat penyelesaian
akhir atas hasil kliring debet.
mohon di sertakan foodnote dan daftar pustakanya. terimkasih
ReplyDeletethanks
ReplyDelete