Untuk selengkapnya silahkan baca di bawah ini :
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI EROPA
“CIVIC
EDUCATION”
DISUSUN OLEH :
SILVIA OKTARINA : (1231100)
PRODI : PERBANKAN SYARIAH
KELAS : PS B
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK (SAS)
BANGKA BELITUNG
TAHUN 2013
KATA
PENGANTAR
Segala
puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah meliputkan rahmat
dan karunianya kepada kita semua , sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini seperti yang di harapkan.
Dalam
keterbatasan penulis makalah ini tentu masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangan, hal ini di sebabkan pengalaman dalam menulis baik materi dan
tehnik. begitu banyak bantuan yang penulis peroleh, sehingga tak lupa dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Mirdayanti,
M. Pd Mudah- mudahan tuhan yang maha esa, membalas segala kebaikan yang telah
di berikan kepada kita semua. Dan tidak ada manusia yang sempurna dalam arti penulis menyadari bahwa dalam
penulisan dan menyusun makalah ini tentunya tidak luput dari kesalahan.
Dengan
ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan tugas – tugas di masa yang akan datang
Demikian Makalah Civic Education ini, semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk atau
mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan
rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah
negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah
prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif,
yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang
saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama
lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan
agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol
berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara
tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk
mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan
yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan
kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh
masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi
masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses
pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif,
banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu
negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak
mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak
dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua
warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di
sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota
parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan
presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara
tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri
secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat.
Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum
sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari
sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan
sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik
apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada
masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara
demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur
tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal,
narapidana atau bekas narapidana).
2. Identifikasi Masalah
Dalam pelaksanaanya, banyak sekali
penyimpangan terhadap nilai-nilai demokrasi baik itu dalam kehidupan
sehari-hari di keluarga maupun masyarakat.
Permasalahn yang muncul diantaranya
yaitu:
a. Belum tegaknya supermasi hukum.
b.
Kurangnya partisipasi masyarakat dalam
kehidupan bermasnyarakat, berbangsa dan bernegara.
c.
Pelanggaran terhadap hak-hak orang
lain.
d. Tidak adanya kehidupan
berpartisipasi dalam kehidupan bersama (musyawarah untuk mencapai mufakat).
Untuk mengeliminasi masalah-masalah yang ada, maka
makalah ini akan memaparkan pentingnya budaya demokrasi dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk itu, penulis menyusun makalah ini dengan judul “ BUDAYA
DEMOKRASI ”.
3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Memaparkan masalah-masalah yang timbul yang diakibatkan penyimpangan dari nilai-nilai
demokrasi dalam kehidupa sehari-hari.
2.
Memaparkan sejumlah sumber hukum yang
menjadi landasan demokrasi
3. Memaparkan contoh nyata penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Batasan Masalah
Karena banyaknya
permasalahan-permasalahan yang timbul, maka makalah ini hanya akan membahas
tentang pentingnya budanya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam
keluarga maupun masyarakat, berbangsa dan bernegara.
5. Sistematika Penulisan
Agar makalah ini dapat dipahami
pembaca, maka penulis membuat sistematika penulisan makalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisikan latar belakang
mengenai pengertian demokrasi, identifikasi masalah yang ditimbulkan oleh
pelanggara terhadap nilai-nilai demokrasi, tujuan dibuatnya makalah, pembatasan
masalah, dan sistematika penulisan
BAB II TEORI BUDAYA DEMOKRASI
Teori Budanya Demokrasi berisikan
pengertian demokrasi, landasan-landasan demokrasi, sejarah perkembangan
demokrasi dan penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III KESIMPULAN dan SARAN
Kesimpulan dan saran merupakan bab
terakhir yang berisikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan serta
saran-saran.
BAB II
TEORI BUDAYA DEMOKRASI
TEORI BUDAYA DEMOKRASI
1. Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai
upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
2. Menurut Internasional Commision of Jurits
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyar dimana kekuasaan
tertinggi ditangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh
wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang
di utamakan dalam pemerintahan demokrasi adalah rakyat.
3. Menurut Lincoln
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
(government of the people, by the people, and for the people).
4. Menurut C.F Strong
Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat
politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa
pemerintahan akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas
itu.
5. Landasan-landasan Demokrasi
6. Pembukaan UUD 1945
1. Alinea pertama
Kemerdekaan
ialah hak segala bangsa.
2.
Alinea kedua
Mengantarkan
rakyat Indonesia kepintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
3.
Alinea ketiga
Atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan
dan kebangsaaan yang bebas.
4.
Alinea keempat
Melindungi
segenap bangsa.
7. Batang Tubuh UUD 1945
1. Pasal 1 ayat 2
Kedaulatan
adalah ditangan rakyat.
2.
Pasal 2
Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
3.
Pasal 6
Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden.
4.
Pasal 24 dan Pasal 25
Peradilan yang
merdeka.
5.
Pasal 27 ayat 1
Persamaan
kedudukan di dalam hukum.
6.
Pasal 28
Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul.
8. Lain-lain
1. Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998
tentang hak asasi
2. UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM
2.3 Sejarah dan Perkembangan
Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari
Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut
biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan
dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah
sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18,
bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua
kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti
pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang
lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu
politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai
indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital
dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan
konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari
rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini
menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat
kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk
membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah
seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan
saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang
mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu
secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga
negara tersebut.
Demokrasi Indonesia pasca kolonial,
kita mendapati peran demokrasi yang makin luas. Di zaman Soekarno, kita
mengenal beberapa model demokrasi. Partai-partai Nasionalis, Komunis bahkan
Islamis hampir semua mengatakan bahwa demokrasi itu adalah sesuatu yang ideal.
Bahkan bagi mereka, demokrasi bukan hanya merupakan sarana, tetapi demokrasi
akan mencapai sesuatu yang ideal. Bebas dari penjajahan dan mencapai
kemerdekaan adalah tujuan saat itu, yaitu mencapai sebuah demokrasi. Oleh
karena itu, orang makin menyukai demokrasi.
Demokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini dapat dikatakan adalah Demokrasi Liberal. Dalam sistem Pemilu mengindikasi sistem demokrasi liberal di Indonesia antara lain sebagai berikut:
Demokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini dapat dikatakan adalah Demokrasi Liberal. Dalam sistem Pemilu mengindikasi sistem demokrasi liberal di Indonesia antara lain sebagai berikut:
1.
Pemilu multi partai yang diikuti
oleh sangat banyak partai. Paling sedikit sejak reformasi, Pemilu diikuti oleh
24 partai (Pemilu 2004), paling banyak 48 Partai (Pemilu 1999). Pemilu bebas
berdiri sesuka hati, asal memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan KPU. Kalau
semua partai diijinkan ikut Pemilu, bisa muncul ratusan sampai ribuan partai.
2.
Pemilu selain memilih anggota dewan
(DPR/DPRD), juga memilih anggota DPD (senat). Selain anggota DPD ini nyaris
tidak ada guna dan kerjanya, hal itu juga mencontoh sistem di Amerika yang
mengenal kedudukan para anggota senat (senator).
3.
Pemilihan Presiden secara langsung
sejak 2004. Bukan hanya sosok presiden, tetapi juga wakil presidennya. Untuk
Pilpres ini, mekanisme nyaris serupa dengan pemilu partai, hanya obyek yang
dipilih berupa pasangan calon. Kadang, kalau dalam sekali Pilpres tidak
diperoleh pemenang mutlak, dilakukan pemilu putaran kedua, untuk mendapatkan
legitimasi suara yang kuat.
4.
Pemilihan pejabat-pejabat birokrasi
secara langsung (Pilkada), yaitu pilkada gubernur, walikota, dan bupati.
Lagi-lagi polanya persis seperti pemilu Partai atau pemilu Presiden. Hanya
sosok yang dipilih dan level jabatannya berbeda. Disana ada penjaringan calon,
kampanye, proses pemilihan, dsb.
5.
Adanya badan khusus penyelenggara
Pemilu, yaitu KPU sebagai panitia, dan Panwaslu sebagai pengawas proses pemilu.
Belum lagi tim pengamat independen yang dibentuk secara swadaya. Disini
dibutuhkan birokrasi tersendiri untuk menyelenggarakan Pemilu, meskipun pada
dasarnya birokrasi itu masih bergantung kepada Pemerintah juga.
6.
Adanya lembaga surve, lembaga
pooling, lembaga riset, dll. yang aktif melakukan riset seputar perilaku
pemilih atau calon pemilih dalam Pemilu. Termasuk adanya media-media yang aktif
melakukan pemantauan proses pemilu, pra pelaksanaan, saat pelaksanaan, maupun
paca pelaksanaan.
7.
Demokrasi di Indonesia amat sangat
membutuhkan modal (duit). Banyak sekali biaya yang dibutuhkan untuk memenangkan
Pemilu. Konsekuensinya, pihak-pihak yang berkantong tebal, mereka lebih
berpeluang memenangkan Pemilu, daripada orang-orang idealis, tetapi miskin
harta.Akhirnya, hitam-putihnya politik tergantung kepada tebal-tipisnya kantong
para politisi.
Semua ini dan indikasi-indikasi lainnya telah
terlembagakan secara kuat dengan payung UU Politik yang direvisi setiap 5
tahunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem demikian telah menjadi
realitas politik legal dan memiliki posisi sangat kuat dalam kehidupan politik
nasional.
Pesta demokrasi yang kita gelar setiap 5 tahun ini
haruslah memiliki visi kedepan yang jelas untuk membawa perubahan yang fundamental
bagi bangsa Indonesia yang kita cintai ini, baik dari segi perekonomian,
pertahanan, dan persaiangan tingkat global. Oleh karena itu, sinkronisasi
antara demokrasi dengan pembangunan nasional haruslah sejalan bukan malah
sebaliknya demokrasi yang ditegakkan hanya merupakan untuk pemenuhan
kepentingan partai dan sekelompok tertentu saja.
Jadi, demokrasi yang kita terapkan
sekarang haruslah mengacu pada sendi-sendi bangsa Indonesia yang berdasarkan
filsafah bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Penerapan Budaya Demokrasi Dalam
Kehidupan Sehari-hari
Di Lingkungan Keluarga.
Di Lingkungan Keluarga.
Penerapan Budaya demokrasi di
lingkungan keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
- Kesediaan untuk menerima kehadiran
sanak saudara;
- Menghargai pendapat anggota keluarga
lainya;
- Senantiasa musyawarah untuk
pembagian kerja;
- Terbuka terhadap suatu masalah
yang dihadapi bersama.
Di Lingkungan Masyarakat
Penerapan Budaya demokrasi di
lingkungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
- Bersedia mengakui kesalahan yang
telah dibuatnya
- Kesediaan hidup bersama dengan
warga masyarakat tanpa diskriminasi
- Menghormati pendapat orang lain
yang berbeda dengannya
- Menyelesaikan masalah dengan
mengutamakan kompromi
-Tidak terasa benar atau menang sendiri dalam
berbicara dengan warga lain.
Di Lingkungan Sekolah
Di Lingkungan Sekolah
Penerapan Budaya demokrasi di
lingkungan sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
- Bersedia bergaul dengan teman
sekolah tanpa membeda-bedakan;
- Menerima teman-teman yang berbeda
latar belakang budaya, ras dan agama;
- Menghargai pendapat teman meskipun
pendapat itu berbeda dengan kita;
- Mengutamakan musyawarah, membuat
kesepakatan untuk menyelesaikan masalah;
- Sikap anti kekerasan.
Di Lingkungan Kehidupan Bernegara
Penerapan Budaya demokrasi di
lingkungan kehidupan bernegara dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
- Besedia menerima kesalahan atau
kekalahan secara dewasa dan ikhlaS
Ø Kesediaan para pemimpin untuk
senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya;
Ø Memiliki kejujuran dan integritas;
Ø Memiliki rasa malu dan bertanggung
jawab kepada publiK
Ø Menghargai hak-hak kaum minoritas
Ø Menghargai perbedaan yang ada pada
rakyat;
Ø Mengutamakan musyawarah untuk
kesepakatan berrsama untuk menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi
belum membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan telah di
praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan
bernegara. Akan tetapi, kita belum membudanyakannya.
Membudaya berarti telah menjadi
kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan“Demokrasi telah menjadi budaya”
berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah
daging di antara warga negara. Dengan kata lain, demokrasi telah menjadi bagian
yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya
diwarnai oleh nilai-nilai demokrasi.
Namun, itu belum terjadi. Di media
massa kita sering mendengar betapa sering warga negara, bahkan pemerintah itu
sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebabasan
orang lain, kurang menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan,
kesamaan kurang di praktekan, partisipasi warga negara atau orang perorang baik
dalam kehiupan sehari-hari maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal,
musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau
mengatasi suatu masalah bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan
masyarakat kita sendiri, nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan.
B. SARAN
Mewujudkan budaya demokrasi memang
tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua warga negara. Yang paling utama, tentu
saja, adalah:
1. Adanya niat untuk memahami
nilai-nilai demokrasi.
2. Mempraktekanya secara terus
menerus, atau membiasakannya.
Memahami nilai-nilai demokrasi
memerlukan pemberlajaran, yaitu belajar dari pengalaman negara-negara yang
telah mewujudkan budaya demokrasi dengan lebih baik dibandingkan kita. Dalam
usaha mempraktekan budaya demokrasi, kita kadang-kadang mengalami kegagalan
disana-sini, tetapi itu tidak mengendurkan niat kita untuk terus berusaha
memperbaikinya dari hari kehari. Suatu hari nanti, kita berharap bahwa
demokrasi telah benar-benar membudaya di tanah air kita, baik dalam kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi“
Http://dondsor.blogster.com/demokrasi_dan_Konstitusi.html“
Abdulkarim, Aim, Drs, M.Pd. 2004
“Kewarganegaraan untuk SMP Kelas II Jilid 2”. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Wijianti, S.Pd. dan Aminah Y., Siti,
S.Pd. 2005 “ Kewarganegaraan (Citizenship)”. Jakarta: Piranti Darma Kalokatama.
Dahlan, Saronji, Drs. Dan H.
Asy’ari, S.Pd, M.Pd. 2004 “Kewarganegaraan Untuk SMP Kelas VIII Jilid 2”.
Jakarta: Erlangga.
0 Response to "Makalah Pendidikan Kewarganegaraan Di Eropa"
Post a Comment